Kebijakan Pemerintah terhadap Kesehatan orang Miskin
Mahalnya biaya kesehatan dan
pendidikan di negeri ini agaknya membuat gelisah bagi rakyat kalangan bawah.
Orang miskin selalu menjadi topik pembicaraan, dari masa ke masa, dan akan
lebih gencar dibicarakan ketika ada momen-momen seperti pilkada, atau pemilihan
umum. Ada yang berbicara dengan hati nuraninya ada juga yang berbicara sekadar
menebar pesona. Namun alhasil tetap saja orang miskin tetap miskin dan sulit
mendapatkan pelayanan seperti pelayanan kesehatan gratis, pendidikan gratis dan
pelayanan lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Meskipun telah dilakukan
perubahan-perubahan kebijakan pemerintah yang dilakukan terhadap orang miskin,
namun tetap saja mereka dapat dikatakan belum bisa layak dalam memperoleh
haknya. Apalagi kalau mereka sakit,
pastilah banyak sekali beban-beban yang didapatnya. Mulai dari membayar
obat-obatan, membayar kamar inapnya, dan bahkan banyak butuh uang untuk
melakukan operasi. Ketika radiologi, tes-tes laboratorium pendukung juga
melambung harganya, bahkan askeskin (asuransi kesehatan masyarakat miskin)
terakhir kemarin sudah dibatasi. Askeskin hanya bisa diberlakukan di beberapa
rumah sakit, dan hanya untuk penyakit-penyakit tertentu saja. Mungkin disitulah
letak kesulitan bagi mereka.
Khusus untuk pelayanan kesehatan kalau kita amati pemerintah telah
berupaya membuat kebijakan berupa program untuk pelayanan kesehatan orang
miskin terutama sejak krisis ekonomi melanda Indonesia. Programnya sendiri
selama kurun waktu 10 tahun telah mengalami perubahan kalau tidak salah lebih
dari empat kali. Mulai dari social safety net (jaring pengaman sosial bidang
kesehatan) kemudian berubah menjadi program JPKPSBBM (Jaminan Pelayanan
Kesehatan akibat Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak), kemudian berubah
menjadi program Askeskin, dan terakhir diberlakukannya program Jamkesmas
(Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat). Begitu pedulinya pemerintah kepada
rakyat miskin. Pemerintah menyediakan anggaran untuk program pelayanan
kesehatan dan selalu rajin melalui evaluasi terhadap pelayanan kesehatan
terhadap orang miskin.
Namun menurut saya itu hanya
suatu wacana kebijakan saja, karena pasalnya kebijakan-kebijakan tersebut masih belum terjangkau atau bahkan belum
sepenuhnya dapat dirasakan oleh rakyat miskin yang ada di indonesia. Karena
tanggung jawab rakyat miskin bukan hanya pada pemerintah pusat saja. Melainkan
pemerintah daerah juga seharusnya harus bisa lebih solid dalam melayani atau
memberikan pelayanan kesehatan tanpa adanya suatu tindakan diskriminasi. Harus
diberi tanggung jawab bagian mananya pemerintah pusat, bagian mananya
pemerintah daerah bertanggung jawab. Kalau saling menyalahkan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah jelas ini ada ketidakjujuran dalam pembentukan
suatu kebijakan. Dan alhasil rakyat miskinlah yang menjadi korbannya dan bahkan
mungkin tidak bisa merasakan hak-hak kesehatannya. Seperti halnya kebijakan Badan Layanan Umum (BLU)
yang diberlakukan pemerintah pada rumah sakit yang dimiliki pemerintah
merupakan kebijakan yang mungkin masih belum bisa diterima semua pihak,
termasuk masyarakat miskin. Menurut saya hal ini lah sangat miris jika di
dengar karena seharusnya pemerintah harus bertindak tegas dalam menjalankan
suatau kebijakan, bukan hanya mengedepankan suatu teori saja tapi pada
kenyataannya praktinya hanya sia-sia. Apalagi Biaya jasa dokter,
khususnya dokter spesialis, masih belum terjangkau sebagian masyarakat. Belum
lagi harga obat yang cukup mahal dan semakin lama pasti semakin menggila. Dan
masih banyak yang lainnya. Kebijakan BLU (Badan Layanan Umum) sendiri
seharusnya mampu memberikan keringanan kepada rakyat miskin. Namun mungkin itu hanya
suatu opini saja. Akan tetapi tidak semua masalah tersebut kita dapat
menyalahkan pemerintah. Karena pada dasarnya kita semua sebisa mungkin harus
memiliki rasa peduli terhadap sesama manusia. Terlebih lagi kepada masyarakat
yang kurang mampu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar